Mistery Terbaru

Minggu, 11 Oktober 2009

''Surat Yang Mustahil Ku Kirim Lewat Pos''

Surat Yang Mustahil Aku Kirimkan Lewat Pos

Aku memerlukan menulis surat cinta ini untukmu, sayang, sebagai suatu sapaan atau tepukan kecil dibahumu yang memang tak begitu bidang (kamu masih tetap wanita, bukan?). Tahukah kamu, sayang, di tengah gemeretak letihnya badanku dalam menebah masalah-masalah juang semesta, momen-momen menulis cinta inilah yang begitu aku sukai. Aku sudah lama memang tak datang ke kotamu yang dingin, tapi percayalah aku selalu menyempatkan diri menguraikan tubuhku bersama udara pertama yang kau hirup waktu bangun pagi. Aku juga tak kurang gemar menindih alam tepian sadarmu, sehingga kamu sering memutuskan untuk tidur kembali dan bolos bekerja. Demikianlah seterusnya, dan aku tak sempat berfikir untuk membencimu.

Tapi, sayang, aku berjanji untuk selalu meluangkan waktuku demi mencurigaimu barang sesaat. Debarku bertanya apa gerangan yang dilakukan cinta lestariku dalam dekak-dekak harinya? Itulah alasan termegah mengapa aku selalu mengetuk gagang ajaib itu tiap malam. Dan itu membuatmu merasa tak nyaman, bukan? Kalau kamu merasa terganggu dengan teror manis itu, maafkanlah aku. Seperti halnya miliaran manusia di rumah awan, diri ini masih belajar menganyam jiwa. Semoga kamu yang cantik juga sedang mengalaminya, sehingga aku tak perlu bersusah payah meminta maaf kali kedua. Kamu memang penuh dengan kesalahan kok, sayang. Kamu sekarang sudah menjadi cukup besar untuk ukuran manusia (tentu aku tak sejahat itu membandingkanmu dengan gajah), dan aku menyukai itu. Karena aku sadar bahwa kamu adalah manusia biasa yang bisa aku sayangi, bukannya peri kecil atau cupid invalid dalam mimpi-mimpiku yang tertib. Aku tak perlu takut kamu pergi tanpa sebab, seperti halnya mereka yang bergegas menghilang kala induk semangku mengetuk pintu kamar untuk membangunkanku. Dan aku menyukai itu, karena aku bisa selalu berharap akan pertemuan kita selanjutnya dalam savana-savana hijau yang selalu mempunyai kuda-kuda yang berbeda.

Kamu tumbuh pesat dan luar biasa, sampai-sampai aku terlambat menyadarinya. Aku kerap menggumam, “Itukah sayangku yang kukenal 6 tahun yang lalu?” Untung aku masih begitu hafal dengan binar dan ilalang yang semburat dari mata indahmu itu. Dan tampaknya kamu sukses dalam usia mudamu, sayang. Jika kamu pria, mungkin kamu sudah aku perdampingkan dengan Semaun belia. Harus diakui dirimu sekarang adalah salah satu manusia termaju di antara teman-temanmu yang masih bingung merumuskan untuk mengawini siapa di Bumi Manusia. Meski itu telah mengubahmu menjadi sebongkah pribadi yang keras luar biasa, yang kerapkali membuatku ngeri untuk menatapnya, aku tetap menyukai kemajuan-kemajuanmu, sayang. Aku tidak pernah berharap untuk menemukan masa lalu dengan kembangan-kembangan lembut tentang dirimu kembali; semuanya telah lewat masanya. Dunia dan manusia memang selalu mengada adanya. Biarlah kamu menjadi sedemikian pragmatis, karena aku menganggap itu salah satu caramu untuk bertahan dalam kehidupan yang sudah tidak ramah lagi pada niat baik dan pujian.

Tahukah kamu, sayang, bila komite pusat memberikan kami sedikit cuti, aku selalu memilih berdiam diri di kamar dan menderetkan secara berurutan kenangan-kenangan tentang aku, tentang kamu, tentang kita. Aku lalu memutarnya bagai slide-slide film. Aku terbahak-bahak, mengerutkan muka, mengangkat bahu, dan....menangis sambil menggigit ujung bantalku. Aku sebenarnya malu untuk mengatakannya, tapi berhubung aku sudah pernah bugil sekali didepanmu, maka aku pikir adakah lagi yang perlu untuk diberi malu?

Yang mengherankanku adalah kenapa setiap aku mengingat awal-awal perkasihan kita, gambar yang muncul di otakku selalu berwarna hitam putih. Awalnya aku menduga bahwa aku terpengaruh dengan stereotype film masa lalu yang tak jauh dari hitam dan putih. Tapi setelah aku rumit-rumitkan sendiri, mungkin itu ada hubungannya dengan kepolosan kita waktu itu. Pilihan kita berkisar: baik atau buruk, salah atau benar, hitam atau putih.....dan hal-hal dikotomis lainnya. Tentu tak seperti yang terlukis pada dua tahun terakhir berselang, di mana kita sering membenamkan generalisasi, pengtotaljendralan, dan mulai membikin teori kita sendiri untuk kasus per kasus. Ketika kamu berboncengan dengan teman priamu, misalnya, aku sudah tak lagi meninjunya langsung dan menyebutmu perempuan sundal, bukan? Banyak hal telah berubah, sayang, termasuk kita, aku, dan tentu saja kamu.

Seperti aku katakan di awal surat cinta ini, sebenarnya momen-momen menulis kepada dirimu adalah rajangan-rajangan waktu yang terindah bagiku; seumpama menemukan Tuhan di lemari pakaianku. Tapi jika aku meneruskannya sayang, bukankah aku terlampau egois membiarkanmu menunggu datangnya galur-galur hati ini. Karena itu, sayang, bolehkan aku menyudahinya secara cantik dengan ucapan: “Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.” Peluk cium kasihku menyertaimu dalam menghirup dan membuang nafas maupun nifas). Selamat mengulangi tahun hidupmu yang ke 21, semoga tidak mati terlalu cepat, terlalu banyak cita-cita yang belum dituntaskan.


Related Posts with Thumbnails